MOTIVASI BERPRESTASI PADA MAHASISWA PERANTAU
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah
Sejak lebih dari tiga
puluh tahun yang lalu, fenomena mahasiswa perantau telah menjadi fenomena yang
umum dijumpai di Indonesia (Kartono,1996). Melalui perguruan tinggi para
mahasiswa belajar berbagai macam hal, untuk mencapai keterampilan, kecakapan
dan pengetahuan baru. Begitu pula dengan mahasiswa perantau yang ingin menimba
ilmu maupun membuktikan kemandiriannya. Fenomena mahasiswa perantau melalui proses peningkatan kualitas
pendidikan, serta sebagai wujud usaha membuktikan kualitas diri sebagai orang
dewasa yang mandiri dan bertanggung jawab dalam membuat keputusan (Santrock,
2009).
` Pada
penelitian Stoynoff (1997) yang menyebutkan bahwa keberhasilan penyesuaian
psikologis yang dilakukan oleh mahasiswa perantau di lingkungan belajarnya yang
baru dipertimbangkan sebagai hal yang sangat penting karena berhubungan positif
dengan performa akademis mereka. Penyesuaian psikologis yang gagal dapat memepengaruhi proses
akademik yang ditempuh mahasiswa tersebut, sehingga menurunkan motivasi
berprestasi. Sebuah penelitian mengenai kemandirian mahasiswa perantau asal
daerah Aceh, menemukan bahwa mahasiswa perantau memiliki tingkat kemandirian
diberbagai aspek yang lebih tinggi dibandingkan mahasiswa yang tinggal dengan kedua
orangtuanya (Yani, 2007).
Disini peneliti
telah melakukan studi pendahuluan dengan subjek pertama yang berasal dari pulau
jawa, yang sekarang merantau berkuliah di salah satu program studi di Fakultas
Kedokteran Unlam. Subjek berjenis kelamin laki-laki dan berusia 19 tahun.
Subjek ini lebih cenderung berprestasi dalam bidang organisasi, ia lebih
cenderung pula dalam memisahkan prestasi yang di raih pada akedemik maupun
non-akademik dikarenakan proses adaptasi lingkungan yang berbeda. Sehingga, dia
menganggap jika nilai yang di raihnya dalam akademik itu tidak terlalu
memuaskan bukan diakibatkan kesibukannya di organisasi yang ia ikuti. Peneliti
disini meminta subjek untuk menceritakan tentang prestasi yang ingin ia capai,
dan ternyata subjek lebih menceritakan keaktifannya di kegiatan organisasi
serta memiliki motivasi berprestasi yang tinggi dalam kegiatan organisasi.
Mereka yang beprestasilah yang kebanyakan lahir dari
rahim organisasi mahasiswa, apapun organisasinya. Berorganisasi artinya selain
dapat menumbuhkan kemampuan soft-skill dan life-skill, tapi juga mengundang
kesempatan untuk berpretasi. Fakta membutkitkan, mahasiswa yang banyak
mendapatkan prestasi, seperti lomba karya tulis, penelitian, business plan,
debat, prestasi dibidang kesenian dan budaya, olahraga, dan bahkan terpilih
menjadi delegasi di acara internasional adalah mereka yang aktif di organisasi
mahasiswa. Bahkan ajang pemilihan mahasiswa beprestasi yang setiap tahunnya
diadakan adalah salah satunya ditentukan oleh keaktifannya di organisasi.
Organisasi mahasiswa dapat menjadi sarana yang
sangat efektif dalam membantu seorang mahasiswa menemukan kesadaran kemudian
dorongan dan motivasi untuk berprestasi karena ia berada pada lingkungan
pergaulan yang mendukung seorang mahasiswa mencapai prestasinya. Apapun bidang
dan jenis prestasinya.
Pada subjek
kedua ini, ia juga berjenis kelamin laki-laki berusia 21 tahun, berasal dari
luar kota namun masih berwilayah di Kalimantan selatan dan masih aktif
berkuliah di salah satu program studi di Fakultas kedokteran Unlam. Subjek ini
lebih mengutamakan pendidikannya, prestasi di bidang akademik bagi dirinya
sangat penting dan utama. Subjek bercerita kesungguhannya untuk terus belajar
dan meraih prestasi setinggi-tingginya guna menjadi orang yang berilmu
dibidangnya. Peneliti disini bertanya apa yang menjadikan subjek sangat
ambisius dalam meraih prestasi di akdemik, subjek manjawab bahwa dorongan dari
orangtua dan lingkunganlah yang membuat dirinya termotivasi untuk lebih maju
terutama di bidang prestasi akademik.
Mahasiswa dalam kaitannya dengan dunia pendidikan, merupakan salah satu
substansi yang perlu diperhatikan, karena mahasiswa merupakan penerjemah
terhadap dinamika ilmu pengetahuan, dan melaksanakan tugas mendalami ilmu
pengetahuan tersebut (Harahap, 2006). Kualitas mahasiswa dapat dilihat dari
prestasi akademik yang diraihnya. Prestasi akademik merupakan perubahan dalam
hal kecakapan tingkah laku ataupun kemampuan yang dapat bertambah selama
beberapa waktu yang tidak disebakan proses pertumbuhan, tetapi situasi belajar.
Sehingga dipandang sebagai bukti usaha diperolehmahasiswa(Sobur,2006)
B.
Rumusan Masalah
Dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui
apa yang melatarbelakangi seorang mahasiswa itu merantau untuk berkuliah, apa
terdapat motivasi berprestasi pada mahasiswa perantau dan faktor-faktor apa
sajakah yang dapat memepengaruhi motivasi berprestasi tersebut pada mahasiswa
perantau. Rumusan masalah lebih
ditekankan dengan beberapa sub pertanyaan, yaitu :
1.
Tujuan
mahasiswa merantau ke luar wilayahnya
untuk kuliah ?
2.
Apakah terdapat motivasi berprestasi yang
tinggi pada mahasiswa perantau ?
3.
Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi
motivasi berprestasi pada mahasiswa perantau ?
C.
Tujuan Penelitian
1.
Untuk
mengetahui tujuan mahasiswa merantau ke luar wilayahnya untuk kuliah.
2. Untuk
mengetahui seberapa besar motivasi berprestasi yang dimiliki mahasiswa
perantau.
3. Untuk
mengetahui faktor-faktor yang dapat mempengaruhi motivasi berprestasi pada
mahasiswa perantau.
D.
Manfaat
Penelitian
Penelitian ini diharapkan
dapat memberikan manfaat secara teoritis dan praktis.
1.
Manfaat Teoritis
Penelitian
ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu Psikologi
khususnya Psikologi Pendidikan, yaitu memberikan gambaran tentang bagaimana
memunculkan serta mengembangkan motivasi berprestasi pada mahasiswa perantau.
2. Manfaat Praktis
Penelitian
ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai motivasi berprestasi yang
terdapat pada mahasiswa perantau. Kemudian faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi
motivasi berprestasi pada mahasiswa perantau. Sehingga diharapakan para guru,
dosen serta para pendidik maupun para mahasiswa perantau itu sendiri dapat
mengarahkan serta memaksimalkan motivasi berprestasi yang dimiliki mahasiswa
perantau.
BAB II
LANDASAN TEORI
A.
Mahasiswa
Perantau
Mahasiswa adalah individu
yang terdaftar dan belajar pada perguruan tinggi (Hutapea,2006). Dalam tahap
perkembangannya, mahasiswa digolongkan remaja akhir, yaitu usia 17-22 tahun
sperti yang dijelaskan oleh levinson (dalam sembiring,2009).
Mahasiswa secara sederhana dapat didefinisikan
sebagaikelompok masyarakat yang dapat mengenyam pendidikan formal ingkat
tinggi. Yahya ganda (19987;10) mengatakan bahwa “mahasiswa diartikan sebagai
pelajar yang menimba ilmu pengetahuan tinggi, dimana pada tngkat ini mereka
dianggap memiliki kematangan fisik dan perkembangan pemikiran yang luas,
sehingga dengan nilai lebih tersebut mereka dapat memiliki kesadaran untuk
menentukan sikap dirinya serta mampu bertanggung jawab terhadap sikap dan tingkahlakunya dalam
wicana ilmiah.
Remaja yang berusaha menemukan identitas
dirinya dihadapkan pada situasi yang menuju pada kemampuan untuk menyesuaikan
bukan hanya terhadap diri sendiri, namun juga pada lingkungannya, apalagi para
remaja yang ingin melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi yang berada di
luar wilayah asalnya, atau dengan kata lain disebut sebagai mahasiswa perantau
(Hutapea,2006).
Mahasiswa perantau adalah individu yang
tinggal di daerah lain untuk menuntut ilmu di perguruan tinggi dan
mempersiapkan diri dalam pencapaian suatu keahlian jenjang perguruan tinggi
diploma, sarjana, magister atau spesialis (Budiman, 2006; KBBI 2005). Banyak orang yang melnjutkan pendidikannya di
luar daerah tepat tinggalnya agar mendapatkan fasiltas yang memadai daripada
daerah asalnya. Mahasiswa-mahasiswa yang berasal dari berbagai daerah di
Indonesia ini biasanya tinggal di ruma-rumah kos,asrama ata rumh kontrakan (Kartono,1996)
Hurlock mengemukakan (1999) bahwa untuk mencapai
tujuan dari pola sosialisasi dewasa juga dibutuhkan banyak penyesuaian baru,
diantaranya yang dialami mahasiswa perantau:
(1) ketidakhadiran orang
tua,
(2) system pertemanan dan
komunikasi yang berbeda dengan teman baru
(3) penyesuaian dengan
norma sosialisasi warga setempat
(4) gaya belajar yang
sulit diikuti (Hutapea,2006).
Alasan
utama orang merantau adalah untuk meraih
kesuksesan, yang membutuhkan keberanian agar lebih percaya diri dan mandiri
(Chandra, 2010), serta siap menghadapi berbagai perubahan situasi dan
lingkungan baru (Purwono,2011). Hal tersebut tentu saja menyebabkan perubahan
situasi kehidupan yang dapat menghambat pencapaian prestasi mahasiswa perantau,
menuntut usaha yang lebih besar untuk mandiri dan bertanggung jawab.
B.
Motivasi
Berprestasi
Winkel (1996)
mengartikan motivasi berprestasi sebagai keseluruhan daya penggerak psikis di
dalam diri yang dapat menimbulkan kegiatan untuk berprestasi, menjamin
kelangsungan kegiatan untuk berprestasi demi tercapainya tujuan. Dalam diri
seseorang sering terjadi ketidakseimbangan, akibatnya terdapat dorongan untuk
berbuat sesuatu sehingga mengembalikan keadaan pada kedudukan yang seimbang
(Worth dikutip Handoko, 1992). Dorongan
untuk mencapai merupakan kebutuhan berprestasi, sedangkan faktor pendorong untuk
mencapai tujuan itu disebut motivasi berprestasi. Oleh karena itu, motivasi
berprestasi adalah fungsi pendorong kemampuan, usaha dan keinginan untuk
mencapai tujuan (Hodgetts, 1998)
Mengenai
motivasi berpreastasi, McClelland (1987) mengartikan sebagai motif yang
mendorong individu untuk meraih sukses dan bertujuan untuk meraih hasil dengan
standar tertentu. Sedangkan Keith&Nastron (1989) mendefiniskan motivasi
berprestasi sebagai dorongan yang dimiliki oleh seseorang untuk mengatasi
hambatan dalam mencapai tujuan, sehingga individu yang memiliki motivasi
berprestasi tinggi menunjukkan usaha yang lebih besar dan ulet. Dalam arti kata
lain, motivasi berprestasi merupakan dorongan individu untuk meraih sukses dengan
standar tertentu dan berusaha untuk lebih unggul dari orang lain dan mampu untuk
mengatasi segala rintangan yang menghambat pencapaian tujuan.
Menurut McClelland (1987) orang yang memiliki
motivasi berprestasi menunjukkan ciri-ciri seperti :
·
suka bekerja keras, ulet
·
membutuhkan umpan balik
secara nyata,
·
berorientasi masa depan, tidak suka membuang
waktu,
·
optimis,
·
bertanggung jawab dan
memperhitungkan resiko.
1.1
Ciri-ciri
Orang yang mempunyai Motivasi Berprestasi Tinggi
Mussen
el al. (1994:307) menyebutkan bahwa motivasi berprestasi seringkali dimanifestasikan
dalam perilaku motivasi berprestasi, seperti tekun dalam tugas yang sulit,
bekerja giat untuk mencapai penguasaan, dan memilih tugas yang menantang tetapi
tidak terlalu sulit.
Menurut French dalam Syaodih (2003)
siswa yang termotivasi oleh prestasi akan bertahan lebih lama pada tugas
dibandingkan mahasiswa yang kurang tinggi dalam motivasi berprestasi, kendati
mereka mengalami kegagalan. Mereka akan menghubungkan kegagalan mereka dengan
kurangnnya usaha, buaknnnya dengan faktor-faktor eksternal seperti kesukaran
tugas, keberuntungan. Siswa yang termotivasi prestasi menginginkan
keberhasilan, dan ketika mereka gagal akan melipatgandakan usaha mereka
sehingga dapat berhasil.
Menurut
McClelland (dalam Morgan, 1986) ciri-ciri individu yang memiliki motivasi
berprestasi tinggi
adalah :
1.
Menyukai tugas yang memiliki taraf kesulitan sedang/menengah. Individu yang
memilikimotivasi berprestasi tinggi lebih menyukai tugas yang memiliki taraf kesukaran sedang namun
menjanjikan kesuksesan. Rohwer (dalam Robbins,2001) mengatakan bahwa seseorang
yang memiliki motivasi berprestasi tinggi akan berusaha mencoba setiap tugas
yang menantang dan sulit tetapi mampu untuk diselesaikan, sedangkan orang yang
tidak memiliki motivasi berprestasi tinggi akan enggan melakukannya. Robbins
(2001) menambahkan bahwa orang yang memiliki motivasi berprestasi tinggi
menyukai tugas-tugas yang menantang serta
berani mengambil resiko yang diperhitungkan (calculated risk)
untuk mencapai suatu sasaran yang telah ditentukan. Spence (dalam Morgan, 1986)
menambahkan, mereka yang memiliki motivasi berprestasi tinggi memiliki task
oriented dan selalu mempersiapkan diri terhadap tugas-tugas yang menantang.
2.
Suka menerima umpan balik (suka membandingkan kinerja dengan orang lain).
Individu
yang memiliki motivasi berprestasi tinggi mengharapkan umpan balik dengan cara
membandingkan performansinya dengan orang lain atau suatu standarisasi tertentu
(Spence dalam Morgan, 1986). Penetapan standard keberhasilan merupakan motif
ekstrinsik yang bukan dari dalam dirinya, namun ditetapkan dari orang lain.
Seseorang terdorong untuk berusaha mencapai standard yang ditetapkan oleh orang
lain karena takut kalah dari orang lain (Rohwer dalam Robbins, 2001). Individu
yang memiliki motivasi berprestasi tinggi kerap mengharapkan umpan balik dan
membandingkan hasil kerjanya dengan hasil kerja orang lain dengan suatu ukuran keunggulan
yaitu perbandingan dengan prestasi orang lain atau standard tertentu (McClelland
dalam Morgan 1986).
3. Tekun dan gigih
terhadap tugas yang berkaitan dengan kemajuannya.
Individu
yang memiliki motivasi berprestasi tinggi akan memiliki kinerja yang baik, aktif
berproduktivitas, serta tekun dalam bekerja. Dengan adanya motivasi berprestasi
karyawan akan memiliki sifat-sifat seperti selalu berusaha mencapai prestasi
sebaikbaiknya dengan selalu tekun dalam menjalankan tugas (Martaniah, 1998).
Dengan demikian motivasi berprestasi adalah dorongan yang
menggerakkan individu untuk meraih sukses dengan standar tertentu dan berusaha
untuk lebih unggul dari orang lain dan mampu untuk mengatasi segala rintangan
yang menghambat pencapaian tujuan.
Heckhausen
(Monks dan Haditono,1999) mengatakan bahwa individu yang memiliki motivasi
berprestasi tinggi dan motivasi berprestasi rendah memiliki perbedaan. individu
yang memiliki motivasi berprestasi rendah memiliki ciri-ciri antara lain,
bersikap pesimis, orientasi pada masa lampau, menganggap keberhasilan sebagai
nasib mujur, menghindari kegagalan, suka memakai cara yang lama, tidak
menyenangi pekerjaan pekerjaan yang menuntut tanggung jawab serta tidak
berusaha untuk mencari umpan balik dari pekerjaannya. Sedangkan Menurut Herman
dalam Martaniah (1998) ciri-ciri yang menonjol pada individu yang memiliki
motivasi berprestasi tinggi mempunyai ciri-ciri antara lain, memiliki rasa
percaya diri yang besar, berorientasi kemasa depan, suka pada tugas yang
memiliki tingkat kesulitan sedang, tidak membuang-buang waktu, memilih teman
yang berkemampuan baik dan tangguh dalam mengerjakan tugas-tugasnya.
1.2
Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Berprestasi
Mclelland (dalam cauhan,
1997) mengatakan bahwa ada dua faktor yang mempengaruhi motivasi berprestasi
yaitu faktor individu dan faktor lingkungan. Ghiseli (dikutip Gondho, 2003) menyatakan
beberapa faktor-faktor yang memepengaruhi motivasi berprestasi adalaha sebagai
berikut :
a.
Faktor Individu (intern)
Individu sebagai
pribadi mencakup sejumlah aspek yang saling berkaitan. Motivasi berprestasi
sebagai salah satu aspek psikis, dalam prosesnya dipengaruhi oleh faktor individu,
seperti :
1. Kemampuan
Kemampuan adalah
kekuatan penggerak untuk bertindak yang dicapai oleh manusia melalui latihan
belajar. Dalam proses motivasi, kemampuan tidak mempengaruhi secara langsung
tetapi lebih mendasari fungsi dan proses motivasi. Individu yang mempunyai
motivasi berprestasi tinggi biasannya juga mempunyai kemampuan tinggi pula.
2.Kebutuhan
Kebutuhan
adalah kekurangan, artinya ada sesuatu yang kurang dan oleh karena itu timbul
kehendak untuk memenuhi atau mencukupinya. Kehendak itu sendiri adalah tenaga
pendorong untuk berbuat sesuatu atau bertingkah laku. Ada kebutuhan pada individu
menimbulkan keadaan tak seimbang, rasa ketegangan yang dirasakan sebagai rasa
tidak puas dan menuntut pemuasan. Bila kebutuhan belum terpuaskan maka
ketegangan akan tetap timbul. Keadaan demikian mendorong seseorang untuk
mencari pemuasan. Kebutuhan merupakan faktor penyebab yang mendasari lahirnya
perilaku seseorang, atau kebutuhan merupakan suatu keadaan yang menimbulkan motivasi.
3.
Minat
Minat adalah suatu
kecenderungan yang agak menetap dalam diri subjek untuk merasa tertarik pada
bidang atau hal tertentu dan merasa senang berkecimpung dalam bidang itu
(Winkel 1984: 30). Seseorang yang berminat akan mendorong dirinya untuk
memperhatikan orang lain, benda-benda, pekerjaan atau kegiatan tertentu. Minat
juga menjadi penyebab dari suatu keaktifan dan basil daripada keikutsertaannya
dalam keaktifan tersebut.
4.Harapan
dan keyakinan
Harapan merupakan
kemungkinan yang dilihat untuk memenuhi suatu kebutuhan tertentu dari
seseorang/individu yang didasarkan atas pengalaman yang telah lampau; harapan
tersebut cenderung untuk mempengaruhi motif pada seseorang
(Moekijat 1984 : 32).
Seseorang anak yang merasa yakin akan sukses dalam ulangan akan lebih terdorong
untuk belajar giat, tekun agar dapat mendapatkan nilai setinggi-tingginya.
b.
Faktor Lingkungan (ekstern)
1. Adanya norma standar yang harus dicapai
Lingkungan secara tegas
menetapkan standar kesuksesan yang harus dicapai dalam setiap penyelesaian tugas, baik yang berkaitan dengan
kemampuan tugas, perbandingan dengan hasil yang pernah dicapai maupun perbandingan
dengan orang lain. Keadaan ini akan mendorong seseorang untuk berbuat yang
sebaikbaiknya.
2. Ada situasi kompetisi
Sebagai konsekuensi
adanya standar keunggulan, timbullah situasi kompetisi. Namun perlu juga
dipahami bahwa situasi kompetitif tersebut tidak secara otomatis dapat memacu
motivasi seseorang manakala individu tersebut tidak beradaptasi didalamnya.
3. Jenis tugas dan situasi menantang
Jenis tugas dan situasi
yang menantang adalah tugas yang memungkinkan sukses dan gagalnya seseorang.
Setiap individu terancam akan gagal apabila kurang berusaha.
Frankin (dalam Yuniarti,2006) menyebutkan bahwa ada dua faktor yang
mendasari motivasi berprestasi yaitu harapan akan kesuksesan dan ketakutan akan
kegagalan. Hal senada juga dikatakan oleh mehrabian (dalam Yuniarti,2006) yang menyatakan bahwa
individu dengan motivasi berprestasi yang tinggi cenderung akan mempunyai
motivasi untuk meraih sukses dan menghindari kegagalan
1.3 Sifat-sifat
Motivasi Berprestasi
Motivasi berprestasi bersifat tetap; artinya bahwa
jika seseorang memiliki motivasi berprestasi tinggi maka pada waktu lain pun
akan memiliki motivasi berprestasi tinggi pula, walaupun tidak dalam semua hal.
Motivasi untuk berprestasi bersifat tetap, tidak disadari, dan tidak mudah
melemah oleh faktor-faktor situasional, seperti kesukaran pekerjaan/tugas atau
berfungsinya insentif. Motivasi berprestasi ini dapat dimiliki dalam gradasi
yang tinggi, namun dapat juga dalam gradasi yang rendah (Stipek, dalam Wolfoolk,
1994:342).
Motivasi berprestasi mempunyai sifat tetap dan tidak
mudah terpengaruh oleh faktor-faktor yang bersifat situasional, namun tingkatan
kekuatannya tidak selalu tetap/konstan untuk semua bidang tugas/pekerjaan.
Kekuatan kecenderungan ini dipengaruhi oleh seberapa besar kebutuhannya akan
prestasi dalam bidang tersebut.
1.4 Faktor-faktor yang Menentukan
Tingkat Motivasi Berprestasi
Ada
empat faktor yang menentukan tingkat motivasi berprestasi seseorang dalam
bidang tugas tertentu yaitu: a) nilai yang dilekatkan pada keberhasilan dalam
bidang itu (nilai pencapaian atau nilai insentif); b) harapan individu akan
keberhasilan; c) atribusi mengenai mengapa seseorang berhasil atau gagal; dan
d) standar performansi individu (skala di mana terhadapnya mengevaluasi
performansinya sendiri) (Mussen el. al,1994:289).
a. Nilai pencapaian.
Pertanyaan-pertanyaan
seperti "Seberapa pentingnya ... dalam pekerjaan pada masa depan?",
"Seberapa besar keinginanmu untuk mampu dalam ...?" dapat digunakan
untuk menaksir nilai pencapaian suatu tugas atau dengan kata lain seberapa jauh
pencapaian sesuatu itu dianggap penting bagi individu. Anggapan penting atau
tidaknya pencapaian prestasi atas sesuatu berkaitan dengan anggapan apakah
prestasi itu akan bermanfaat bagi mereka pada masa depan atau tidak. Hal ini dapat
diketahui dari arah pilihannya; apakah ia menjadikannya sebagai pilihan atau tidak
(Mussen ef. al,: 1994:289).
Seseorang
yang melakukan penilaian/persepsi akan mendasarinya bagaimana cara bersikap.
Sikap yang muncul ada dua yaitu sikap positif dan sikap negative. Sikap positif
pasa umumnya muncul dari seseorang yang memandang bahwa menguasai sesuatu
berguna, dan sebaliknya sikap negatif muncul jika menguasai sesuatu dipandang
sebagai sesuatu kurang berguna.
Persepsi
seseorang terbentuk melalui informasi yang diterima atau dari kesimpulan yang
dibuat tentang perilaku objek yang dipersepsi seseorang. Dalam pembentukan
sikap, penilaian spontan melalui perasaan berperan sebagai aspek afektif, dan
jika dapat diperkuat dengan alasan-alasan rasional yang mendukung maka penilaian
tersebut akan menjadi aspek kognitif.
b.
Harapan akan keberhasilan.
Harapan adalah
merupakan kemungkinan bahwa dengan perbuatan akan mencapai tujuan (Khan dan
Morce, 1971:264). Sedangkan menurut Chaplin (dalam Kartini Kartono, 1981:179),
harapan adalah suatu sikap atau set (arah psikhis), dicirikan dengan perhatian
penuh ..." Harapan adalah suatu sikap atau arah psikhis yang ditandai
dengan perhatian penuh karena adanya kemungkinan akan mencapai tujuan. Harapan
keberhasilan seseorang yang tinggi adalah keberhasilan-keberhasilan yang pernah
dicapai pada masa lalu. Harapan yang tinggi ini pada tahapan selanjutnya dapat
memberikan perasaan efikasi yaitu suatu perasaan mampu yang memuaskan
yang mendorong mereka untuk mencoba lebih giat lagi di masa mendatang.
c.
Atribusi mengenai keberhasilan dan kegagalan.
Persepsi seseorang
mengenai sebab keberhasilan dan kegagalan merupakan faktor penting dari
perilaku berprestasi dan harapan mengenai keberhasilan dimasa depan. Setiap
individu memiliki cara menafsirkan keberhasilan dan kegagalan yang dialaminya
memungkinkan individu membuat atribusi yang berbeda. Individu yang merasa bahwa
keberhasilan dan kegagalan terkendali secara internal lebih memungkinkan
mengerahkan usaha untuk berprestasi dibandingkan dengan individu yang
menganggap bahwa kekuatan eksternallah yang mengendalikan apa yang terjadi. Sebaliknya,
individu yang percaya bahwa sebab-sebab kegagalannya berada di luar kendalinya,
begitu mengalami kegagalan pada umumnya akan merasa tak berdaya dan
menyerah dengan mudah.
Alasan-alasan siswa untuk menjelaskan keberhasilan
atau kegagalannya dalam rangka berprestasi dalam belajar pada umumnya berisi
empat alasan pokok; yaitu: a) kemampuan akademik (ability), b) usaha (effort),
c) kesulitan tugas belajar yang dibebankan (task difficulty), dan d)
nasib (luck). Kebanyakan siswa berpandangan bahwa: 1) kemampuan akademik
adalah internal, labil dapat dikontrol; 2) usaha adalah internal, labil dan
dapat dikontrol; 3) kesulitan tugas adalah eksternal, stabil dan tidak dapat
dikontrol; dan 4) nasib adalah eksternal, labil dan tidak dapat dikontrol. Atribusi
berpengaruh terhadap motivasi. Atribusi pada dimensi internal-eksternal diduga
kuat disertai reaksi dalam perasaan; seperti rasa percaya diri, bangga,
bersalah dan malu. Bila sukses diatribusikan pada internal (kemampuan dan
usaha), maka rasa bangga dan puas timbul dan akan meningkatkan motivasi.
Sebaliknya bila kegagalan diatribusikan pada internal, timbul rasa bersalah
kalau usaha dianggap kurang; dan malu serta kurang percaya diri kalau kemampuan
dipandang kurang. Atribusi pada dimensi stabil-labil diduga kuat akan diikuti
oleh perkiraan dan harapan akan keberhasilan pada masa yang akan datang, yang
bersifat kognitif pula.
BAB III
METODE
PENELITIAN
- Teknik
Penelitian
A.
Teknik
Penelitian
Penelitian
ini menggunakan metode kualitatif. Nasution
menyatakan penelitian
kualitatif pada hakekatnya ialah mengamati orang dalam lingkungan hidupnya,
berinteraksi dengan mereka, berusaha memahami bahasa dan tafsiran mereka tentang dunia sekitarnya
(Sugiono,
2010)
- Subjek Penelitian
Subjek penelitian merupakan sumber
utama data penelitian yaitu data yang memiliki variabel-variabel yang diteliti.
Subjek penelitian adalah objek yang mempunyai kualitas dan karakteristik
tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya (Sugiyono, 2006)
Pemilihan subjek dalam penelitian ini dipilih secara purposive yaitu penentuan subjek sesuai
dengan kriteria yang telah ditentukan.
Subjek dalam penelitian ini adalah
mahasiswa perantauan berjenis kelamin laki-laki yang masih aktif berkuliah dengan
karakteristik sebagai berikut :
1. Berusia
19-21 tahun
2. Bersedia
menjadi subjek
C.
Metode
Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini,
pengumpulan data menggunakan metode pokok yang berupa wawancara. Moleong (2006)
menyatakan bahwa wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan
itu dilakukan oleh dua belah pihak dengan maksud untuk mengkonstruksi mengenai
orang, kejadian, kegiatan, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kebulatan
dan hal lain yang dialami di masa lalu dan memperluas informasi yang diperoleh
dari orang lain.
a.
Teknik Wawancara
Wawancara
adalah metode pengumpulan data dengan jalan tanya jawab sepihak yang dikerjakan
dengan sistematik, dan berlandaskan pada tujuan penyelidikan (Hadi, 1993). Metode wawancara adalah suatu metode
pengumpulan data untuk mendapatkan informasi dengan cara bertanya langsung
dengan responden ( Sugiono, 2006 ).
Wawancara adalah percakapan dengan bertatap muka dengan
tujuan untuk memperoleh informasi aktual, untuk menilai dan menarik kesimpulan
kepribadian individu, untuk tujuan konseling atau penyuluhan dan tujuan
terapeutis. Dalam proses wawancara ada dua pihak yang menempati kedudukan yang berbeda yaitu pewawancara (interviewer) sebagai pengejar informasi
atau yang mengajukan pertanyaan dan pihak yang diwawancarai (interview) sebagai pemberi informasi atau
yang memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan tersebut (Kartono, Kartini 1996).
Wawancara yang
digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara semi terstruktur. Wawancara
dalam riset kualitatif selalu bersifat semi-terstruktur karena selalu membawa
pola kekuasaan yang bersifat mengatur segala sesuatu dan sekaligus untuk
melihat kemampuan individu yang menjadi subjek penelitian untuk menolak dan
melawan apa yang ingin diwujudkan oleh penelitian (Parker, 2005). Jenis
wawancara ini sudah termasuk dalam kategori in-dept interview, bilamana
pelaksanaannya lebih bebas bila dibandingkan dengan wawancara terstruktur. Tujuan
dari wawancara jenis ini adalah untuk menemukan permasalahan secara lebih
terbuka, dimana pihak yang diajak wawancara diminta pendapat, dan ide-idenya
(Sugiyono, 2006).
Dalam melakukan wawancara, peneliti perlu
mendengarkan secara teliti dan mencatat apa yang dikemukakan oleh informan. Hasil wawancara merupakan suatu laporan subjektif tentang
sikap seseorang terhadap lingkungannya dan terhadap dirinya. Suatu wawancara
berbeda dari perbincangan biasa, dalam hal tujuan dan kedalaman informasi yang
digali dalam wawancara (Iin, Tristiadi 2004).
Supaya data yang diperoleh dalam penelitian ini sesuai
dengan harapan maka langkah yang ditempuh dalam mengadakan wawancara (interview) adalah :
1. Memperoleh hal-hal yang akan diungkap. Penelitian mencari
informasi dari berbagai sumber mengenai konsep diri yang akhirnya terbentuklah
suatu daftar pertanyaan sebagai pedoman dalam mengumpulkan dan mencari data
dari subjek peneliti.
2. Menciptakan hubungan yang baik dengan subyek penelitian
yang akan diwawancari, melakukan pendekatan personal, serta menciptakan rasa
nyaman dengan menerima apapun keadaan yang ada pada diri subyek penelitian.
3. Penelitian menyampaikan maksud adanya wawancara dan
membentuk kepercayaan bahwa apapun yang
peneliti lakukan terhadap subyek tidak akan disebarluaskan.
4. Mencatat dengan segala hasil yang diperoleh. Setiap hal
yang ditanyakan langsung dicatat dilembaran kertas-kertas menghidari kelupaan.
Wawancara yang
peneliti lakukan dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam kepada subjek.
Sebelum wawancara dilakukan peneliti membuat instrumen wawancara dengan tujuan
agar wawancara yang dilakukan terarah dan mendapat informasi yang runtut dan
akurat. Kendala yang dihadapi peneliti saat akan melaksanakan wawancara adalah
penentuan waktu yang harus disesuaikan dengan kegiatan subyek penelitian.
Pengertian observasi secara luas adalah pengamatan yang dilakukan secara tidak langsung dengan
menggunakan alat-alat bantu yang sudah dipersiapkan sebelumnya maupun yang
diadakan khusus untuk keperluan tersebut. Observer adalah orang yang melakukan observasi, sedangkan observee adalah objek pengamatan
yang diobservasi. Proses yang dilakukan selama observasi terdiri dari proses pengamatan dan ingatan. Proses pengamatan menggunakan indra penglihatan dan
pendengaran.Indra utama yang sangat berperan dalam proses observasi adalah mata. Secara umum observasi
ialah metode atau cara-cara yang menganalisis dan mengadakan pencatatan secara
sistematis mengenai tingkah laku dengan melihat atau mengamati individu atau
kelompok secara langsung atau
peninjauan secara cermat dan langsung di lapangan atau lokasi penelitian. Dalam
hal ini, peneliti dengan berpedoman kepada desain penelitiannya perlu
mengunjungi lokasi penelitian untuk mengamati langsung berbagai hal atau
kondisi yang ada di lapangan sehingga
mendapat data tentang suatu masalah sehingga diperoleh pemahaman atau sebagai
alat rechecking, atau pembuktian terhadap informasi/keterangan yang diperoleh
sebelumnya (Moleong, 2006)
Marshall (1995), menyatakan bahwa melalui observasi
peneliti belajar tentang perilaku, dan makna dari perilaku tersebut (Sugiono,
2006). Tujuan utama metode observasi adalah
untuk mendeskripsikan perilaku individu selengkap dan seakurat mungkin
(Shaughnessy, Zechmeistee, 2007)
Observasi
terdiri dari beberapa jenis yaitu observasi sistematis, observasi partisipan
dan observasi alamiah. Jenis observasi yang digunakan dalam penelitian ini
adalah observasi sistematis.
Observasi Partisipan adalah suatu proses pengamatan yang dilakukan oleh
observer dengan ikut mengambil bagian dalam kehidupan orang-orang yang akan
diobservasi. Observer berlaku sungguh-sungguh seperti anggota dari kelompok
yang akan diobservasi. Observasi partisipan terdiri dari beberapa jenis
yaitu observasi berpartisipasi lengkap, observasi berpartisipasi fungsional dan
observasi berpartisipasi sebagai pengamat. Penelitian ini menggunkan observasi berpartisipasi sebagai pengamat,
maksudnya peneliti ikut berprtisipasi dengan kelompok subjek yang diteliti,
tetapi hubungan antara peneliti dan subjek yang diteliti bersifat terbuka,tahu
sama tahu (Rahayu dan Ardani, 2004).
DAFTAR
PUSTAKA
1. Hadi,
Sutrisno. 1993. Metodologi Research, Jilid I. Yogyakarta: Andi Offset
2.
Hutapea, E.2006. Gambaran Resiliensi pada
Mahasiswa Perantau Tahun Pertama Perguruan Tinggi di Asrama UI (menggunakan Resilience
Scale).Depok: Fakultas Psikologi UI
3. Hurlock, E.B. 1999. Psikologi
Perkembangan (Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan). Alih Bahasa oleh
Istiwidayati & Zarkasih. Jakarta: Erlangga
4. Kartono,
Kartini. 1996. Pengantar Metodologi Riset Sosial. Bandung: CV Mandar Maju
5.
Martin,
Handoko.1992.motivasi daya penggerak tingkah laku, Jakarta: rineka cipta
6.
Monks, F.J,K dan Haditono, S.R. 1999. Psikologi
Perkembangan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Santrock, J. W. (2009). Life-Span Development 12th ed. US: McGraw- Hill
Internasional ed.
7.
McClelland,
D.C. 1987. Human Motivation. New York : Cambridge University Press.6. Moleong,
LJ. 2006. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
8. Rahayu,
Iin Tri, S.Psi dan Ardani, Tristiadi
Ardi, S.Psi, M.Si. 2004.
Observasi dan Wawancara. Malang:
Bayumedia.
9.
Shaughnessy, J.J.,
Zechmeister, E.B., &
Zechmeister, J.S. 2007.
Research Methods in Psychology.
New York: McGraw-Hill.
10. Sobur. 2006. Analisis
Teks Media; Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan
Analisis Framing. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya
11. Stoynoff,
s.2007.factor associated with
international students academic achievement.journal of instructional
psychology,24.56-58.
12. Sugiyono. 2006.
Metode Penelitian Kuantitatif
Kualitatif Dan R&D.
Bandung: Alfabeta
13. Winkel, W.S.1996.psikologi
pengjaran.jakarta:PT Grasindo
14. Yani, A. 2007. Independence of Boarding
Students from Aceh Region. Depok: Gunadarma University Library.