Total Tayangan Halaman

Minggu, 15 September 2013

Ber Do'a lah selalu

Teringat waktu saya dulu ujian statistik II ..  
Dari 2 jam waktu yang diberikan untuk menyelesaikan soal-soalnya hampir setengah jam lebih nyari rumus buat nyelesaikan tuh soal tapi gak ketemu-ketemu juga ..

Waktu itu saya pasrah jika harus mendapatkan nilai jelek dan harus mengulang mata kuliah itu kembali..

tapi saat itu pula, aku teringat ucapan salah satu teman saya jika  merasa kesulitan baca surah Al-insyirah.. 
lalu saya terus berdoa, dan dengan tenang saya kembali perlahan mencari rumus-rumus yang tepat..
dan subhanallah aku saat itu mendapatkan rumus-rumusnya dari soal awal sampai akhir..
namun sayangnya aku gak bisa menjawab soal ujian sampai selesai karena waktu ujiannya sudah habis..
walau begitu aku bisa lulus dari matakuliah itu..

cukup senanglah dan takjub dengan keajaiban itu.. diwaktu-waktu yang udah mau habis aku diberikan penerangan untuk menjawab soal-soalnya.. rasa syukur pada Allah pun tek henti-hentinya terucapakan..

Sabtu, 22 Juni 2013


 MOTIVASI BERPRESTASI PADA MAHASISWA PERANTAU


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Sejak lebih dari tiga puluh tahun yang lalu, fenomena mahasiswa perantau telah menjadi fenomena yang umum dijumpai di Indonesia (Kartono,1996). Melalui perguruan tinggi para mahasiswa belajar berbagai macam hal, untuk mencapai keterampilan, kecakapan dan pengetahuan baru. Begitu pula dengan mahasiswa perantau yang ingin menimba ilmu maupun membuktikan kemandiriannya. Fenomena mahasiswa perantau melalui proses peningkatan kualitas pendidikan, serta sebagai wujud usaha membuktikan kualitas diri sebagai orang dewasa yang mandiri dan bertanggung jawab dalam membuat keputusan (Santrock, 2009).
`                       Pada penelitian Stoynoff (1997) yang menyebutkan bahwa keberhasilan penyesuaian psikologis yang dilakukan oleh mahasiswa perantau di lingkungan belajarnya yang baru dipertimbangkan sebagai hal yang sangat penting karena berhubungan positif dengan performa akademis mereka. Penyesuaian psikologis yang gagal dapat memepengaruhi proses akademik yang ditempuh mahasiswa tersebut, sehingga menurunkan motivasi berprestasi. Sebuah penelitian mengenai kemandirian mahasiswa perantau asal daerah Aceh, menemukan bahwa mahasiswa perantau memiliki tingkat kemandirian diberbagai aspek yang lebih tinggi dibandingkan mahasiswa yang tinggal dengan kedua orangtuanya (Yani, 2007).
            Disini peneliti telah melakukan studi pendahuluan dengan subjek pertama yang berasal dari pulau jawa, yang sekarang merantau berkuliah di salah satu program studi di Fakultas Kedokteran Unlam. Subjek berjenis kelamin laki-laki dan berusia 19 tahun. Subjek ini lebih cenderung berprestasi dalam bidang organisasi, ia lebih cenderung pula dalam memisahkan prestasi yang di raih pada akedemik maupun non-akademik dikarenakan proses adaptasi lingkungan yang berbeda. Sehingga, dia menganggap jika nilai yang di raihnya dalam akademik itu tidak terlalu memuaskan bukan diakibatkan kesibukannya di organisasi yang ia ikuti. Peneliti disini meminta subjek untuk menceritakan tentang prestasi yang ingin ia capai, dan ternyata subjek lebih menceritakan keaktifannya di kegiatan organisasi serta memiliki motivasi berprestasi yang tinggi dalam kegiatan organisasi. 
Mereka yang beprestasilah yang kebanyakan lahir dari rahim organisasi mahasiswa, apapun organisasinya. Berorganisasi artinya selain dapat menumbuhkan kemampuan soft-skill dan life-skill, tapi juga mengundang kesempatan untuk berpretasi. Fakta membutkitkan, mahasiswa yang banyak mendapatkan prestasi, seperti lomba karya tulis, penelitian, business plan, debat, prestasi dibidang kesenian dan budaya, olahraga, dan bahkan terpilih menjadi delegasi di acara internasional adalah mereka yang aktif di organisasi mahasiswa. Bahkan ajang pemilihan mahasiswa beprestasi yang setiap tahunnya diadakan adalah salah satunya ditentukan oleh keaktifannya di organisasi.
Organisasi mahasiswa dapat menjadi sarana yang sangat efektif dalam membantu seorang mahasiswa menemukan kesadaran kemudian dorongan dan motivasi untuk berprestasi karena ia berada pada lingkungan pergaulan yang mendukung seorang mahasiswa mencapai prestasinya. Apapun bidang dan jenis prestasinya.
            Pada subjek kedua ini, ia juga berjenis kelamin laki-laki berusia 21 tahun, berasal dari luar kota namun masih berwilayah di Kalimantan selatan dan masih aktif berkuliah di salah satu program studi di Fakultas kedokteran Unlam. Subjek ini lebih mengutamakan pendidikannya, prestasi di bidang akademik bagi dirinya sangat penting dan utama. Subjek bercerita kesungguhannya untuk terus belajar dan meraih prestasi setinggi-tingginya guna menjadi orang yang berilmu dibidangnya. Peneliti disini bertanya apa yang menjadikan subjek sangat ambisius dalam meraih prestasi di akdemik, subjek manjawab bahwa dorongan dari orangtua dan lingkunganlah yang membuat dirinya termotivasi untuk lebih maju terutama di bidang prestasi akademik.
Mahasiswa dalam kaitannya  dengan dunia pendidikan, merupakan salah satu substansi yang perlu diperhatikan, karena mahasiswa merupakan penerjemah terhadap dinamika ilmu pengetahuan, dan melaksanakan tugas mendalami ilmu pengetahuan tersebut (Harahap, 2006). Kualitas mahasiswa dapat dilihat dari prestasi akademik yang diraihnya. Prestasi akademik merupakan perubahan dalam hal kecakapan tingkah laku ataupun kemampuan yang dapat bertambah selama beberapa waktu yang tidak disebakan proses pertumbuhan, tetapi situasi belajar. Sehingga dipandang sebagai bukti usaha diperolehmahasiswa(Sobur,2006)

B.     Rumusan Masalah

Dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui apa yang melatarbelakangi seorang mahasiswa itu merantau untuk berkuliah, apa terdapat motivasi berprestasi pada mahasiswa perantau dan faktor-faktor apa sajakah yang dapat memepengaruhi motivasi berprestasi tersebut pada mahasiswa perantau. Rumusan masalah lebih ditekankan dengan beberapa sub pertanyaan, yaitu :
1.      Tujuan mahasiswa merantau ke  luar wilayahnya untuk kuliah ?
2.      Apakah terdapat motivasi berprestasi yang tinggi pada mahasiswa perantau ?
3.      Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi motivasi berprestasi pada mahasiswa perantau ?

C.    Tujuan Penelitian

1.      Untuk mengetahui tujuan mahasiswa merantau ke luar wilayahnya untuk kuliah.

2.      Untuk mengetahui seberapa besar motivasi berprestasi yang dimiliki mahasiswa perantau.
3.      Untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat mempengaruhi motivasi berprestasi pada mahasiswa perantau.

D.    Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis dan praktis.
1.      Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu Psikologi khususnya Psikologi Pendidikan, yaitu memberikan gambaran tentang bagaimana memunculkan serta mengembangkan motivasi berprestasi pada mahasiswa perantau.
2.      Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai motivasi berprestasi yang terdapat pada mahasiswa perantau. Kemudian faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi motivasi berprestasi pada mahasiswa perantau. Sehingga diharapakan para guru, dosen serta para pendidik maupun para mahasiswa perantau itu sendiri dapat mengarahkan serta memaksimalkan motivasi berprestasi yang dimiliki mahasiswa perantau.








BAB II
LANDASAN TEORI
A.    Mahasiswa Perantau
Mahasiswa adalah individu yang terdaftar dan belajar pada perguruan tinggi (Hutapea,2006). Dalam tahap perkembangannya, mahasiswa digolongkan remaja akhir, yaitu usia 17-22 tahun sperti yang dijelaskan oleh levinson (dalam sembiring,2009).
            Mahasiswa secara sederhana dapat didefinisikan sebagaikelompok masyarakat yang dapat mengenyam pendidikan formal ingkat tinggi. Yahya ganda (19987;10) mengatakan bahwa “mahasiswa diartikan sebagai pelajar yang menimba ilmu pengetahuan tinggi, dimana pada tngkat ini mereka dianggap memiliki kematangan fisik dan perkembangan pemikiran yang luas, sehingga dengan nilai lebih tersebut mereka dapat memiliki kesadaran untuk menentukan sikap dirinya serta mampu bertanggung jawab  terhadap sikap dan tingkahlakunya dalam wicana ilmiah.
Remaja yang berusaha menemukan identitas dirinya dihadapkan pada situasi yang menuju pada kemampuan untuk menyesuaikan bukan hanya terhadap diri sendiri, namun juga pada lingkungannya, apalagi para remaja yang ingin melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi yang berada di luar wilayah asalnya, atau dengan kata lain disebut sebagai mahasiswa perantau (Hutapea,2006).
Mahasiswa perantau adalah individu yang tinggal di daerah lain untuk menuntut ilmu di perguruan tinggi dan mempersiapkan diri dalam pencapaian suatu keahlian jenjang perguruan tinggi diploma, sarjana, magister atau spesialis (Budiman, 2006; KBBI 2005).  Banyak orang yang melnjutkan pendidikannya di luar daerah tepat tinggalnya agar mendapatkan fasiltas yang memadai daripada daerah asalnya. Mahasiswa-mahasiswa yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia ini biasanya tinggal di ruma-rumah kos,asrama ata rumh kontrakan (Kartono,1996)
Hurlock mengemukakan (1999) bahwa untuk mencapai tujuan dari pola sosialisasi dewasa juga dibutuhkan banyak penyesuaian baru, diantaranya yang dialami mahasiswa perantau:
 (1) ketidakhadiran orang tua,
 (2) system pertemanan dan komunikasi yang berbeda dengan teman baru
 (3) penyesuaian dengan norma sosialisasi warga setempat
 (4) gaya belajar yang sulit diikuti (Hutapea,2006).
            Alasan utama orang merantau adalah untuk meraih kesuksesan, yang membutuhkan keberanian agar lebih percaya diri dan mandiri (Chandra, 2010), serta siap menghadapi berbagai perubahan situasi dan lingkungan baru (Purwono,2011). Hal tersebut tentu saja menyebabkan perubahan situasi kehidupan yang dapat menghambat pencapaian prestasi mahasiswa perantau, menuntut usaha yang lebih besar untuk mandiri dan bertanggung jawab.
                         
B.     Motivasi Berprestasi
Winkel (1996) mengartikan motivasi berprestasi sebagai keseluruhan daya penggerak psikis di dalam diri yang dapat menimbulkan kegiatan untuk berprestasi, menjamin kelangsungan kegiatan untuk berprestasi demi tercapainya tujuan. Dalam diri seseorang sering terjadi ketidakseimbangan, akibatnya terdapat dorongan untuk berbuat sesuatu sehingga mengembalikan keadaan pada kedudukan yang seimbang (Worth dikutip  Handoko, 1992). Dorongan untuk mencapai merupakan kebutuhan berprestasi, sedangkan faktor pendorong untuk mencapai tujuan itu disebut motivasi berprestasi. Oleh karena itu, motivasi berprestasi adalah fungsi pendorong kemampuan, usaha dan keinginan untuk mencapai tujuan (Hodgetts, 1998)
Mengenai motivasi berpreastasi, McClelland (1987) mengartikan sebagai motif yang mendorong individu untuk meraih sukses dan bertujuan untuk meraih hasil dengan standar tertentu. Sedangkan Keith&Nastron (1989) mendefiniskan motivasi berprestasi sebagai dorongan yang dimiliki oleh seseorang untuk mengatasi hambatan dalam mencapai tujuan, sehingga individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi menunjukkan usaha yang lebih besar dan ulet. Dalam arti kata lain, motivasi berprestasi merupakan dorongan individu untuk meraih sukses dengan standar tertentu dan berusaha untuk lebih unggul dari orang lain dan mampu untuk mengatasi segala rintangan yang menghambat pencapaian tujuan.
Menurut McClelland (1987) orang yang memiliki motivasi berprestasi menunjukkan ciri-ciri seperti :
·         suka bekerja keras, ulet
·         membutuhkan umpan balik secara nyata,
·          berorientasi masa depan, tidak suka membuang waktu,
·         optimis,
·         bertanggung jawab dan memperhitungkan resiko.

1.1          Ciri-ciri Orang yang mempunyai Motivasi Berprestasi Tinggi

Mussen el al. (1994:307) menyebutkan bahwa motivasi berprestasi seringkali dimanifestasikan dalam perilaku motivasi berprestasi, seperti tekun dalam tugas yang sulit, bekerja giat untuk mencapai penguasaan, dan memilih tugas yang menantang tetapi tidak terlalu sulit.
            Menurut French dalam Syaodih (2003) siswa yang termotivasi oleh prestasi akan bertahan lebih lama pada tugas dibandingkan mahasiswa yang kurang tinggi dalam motivasi berprestasi, kendati mereka mengalami kegagalan. Mereka akan menghubungkan kegagalan mereka dengan kurangnnya usaha, buaknnnya dengan faktor-faktor eksternal seperti kesukaran tugas, keberuntungan. Siswa yang termotivasi prestasi menginginkan keberhasilan, dan ketika mereka gagal akan melipatgandakan usaha mereka sehingga dapat berhasil.
Menurut McClelland (dalam Morgan, 1986) ciri-ciri individu yang memiliki motivasi
berprestasi tinggi adalah :
1. Menyukai tugas yang memiliki taraf kesulitan sedang/menengah. Individu yang memilikimotivasi berprestasi tinggi lebih menyukai tugas yang memiliki taraf kesukaran sedang namun menjanjikan kesuksesan. Rohwer (dalam Robbins,2001) mengatakan bahwa seseorang yang memiliki motivasi berprestasi tinggi akan berusaha mencoba setiap tugas yang menantang dan sulit tetapi mampu untuk diselesaikan, sedangkan orang yang tidak memiliki motivasi berprestasi tinggi akan enggan melakukannya. Robbins (2001) menambahkan bahwa orang yang memiliki motivasi berprestasi tinggi menyukai tugas-tugas yang menantang serta  berani mengambil resiko yang diperhitungkan (calculated risk) untuk mencapai suatu sasaran yang telah ditentukan. Spence (dalam Morgan, 1986) menambahkan, mereka yang memiliki motivasi berprestasi tinggi memiliki task oriented dan selalu mempersiapkan diri terhadap tugas-tugas yang menantang.

2. Suka menerima umpan balik (suka membandingkan kinerja dengan orang lain).
Individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi mengharapkan umpan balik dengan cara membandingkan performansinya dengan orang lain atau suatu standarisasi tertentu (Spence dalam Morgan, 1986). Penetapan standard keberhasilan merupakan motif ekstrinsik yang bukan dari dalam dirinya, namun ditetapkan dari orang lain. Seseorang terdorong untuk berusaha mencapai standard yang ditetapkan oleh orang lain karena takut kalah dari orang lain (Rohwer dalam Robbins, 2001). Individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi kerap mengharapkan umpan balik dan membandingkan hasil kerjanya dengan hasil kerja orang lain dengan suatu ukuran keunggulan yaitu perbandingan dengan prestasi orang lain atau standard tertentu (McClelland dalam Morgan 1986).

3. Tekun dan gigih terhadap tugas yang berkaitan dengan kemajuannya.
Individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi akan memiliki kinerja yang baik, aktif berproduktivitas, serta tekun dalam bekerja. Dengan adanya motivasi berprestasi karyawan akan memiliki sifat-sifat seperti selalu berusaha mencapai prestasi sebaikbaiknya dengan selalu tekun dalam menjalankan tugas (Martaniah, 1998).
Dengan demikian motivasi berprestasi adalah dorongan yang menggerakkan individu untuk meraih sukses dengan standar tertentu dan berusaha untuk lebih unggul dari orang lain dan mampu untuk mengatasi segala rintangan yang menghambat pencapaian tujuan.
Heckhausen (Monks dan Haditono,1999) mengatakan bahwa individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi dan motivasi berprestasi rendah memiliki perbedaan. individu yang memiliki motivasi berprestasi rendah memiliki ciri-ciri antara lain, bersikap pesimis, orientasi pada masa lampau, menganggap keberhasilan sebagai nasib mujur, menghindari kegagalan, suka memakai cara yang lama, tidak menyenangi pekerjaan pekerjaan yang menuntut tanggung jawab serta tidak berusaha untuk mencari umpan balik dari pekerjaannya. Sedangkan Menurut Herman dalam Martaniah (1998) ciri-ciri yang menonjol pada individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi mempunyai ciri-ciri antara lain, memiliki rasa percaya diri yang besar, berorientasi kemasa depan, suka pada tugas yang memiliki tingkat kesulitan sedang, tidak membuang-buang waktu, memilih teman yang berkemampuan baik dan tangguh dalam mengerjakan tugas-tugasnya.

1.2 Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Berprestasi
Mclelland (dalam cauhan, 1997) mengatakan bahwa ada dua faktor yang mempengaruhi motivasi berprestasi yaitu faktor individu dan faktor lingkungan. Ghiseli (dikutip Gondho, 2003) menyatakan beberapa faktor-faktor yang memepengaruhi motivasi berprestasi adalaha sebagai berikut :
a. Faktor Individu (intern)
Individu sebagai pribadi mencakup sejumlah aspek yang saling berkaitan. Motivasi berprestasi sebagai salah satu aspek psikis, dalam prosesnya dipengaruhi oleh faktor individu, seperti :

1.      Kemampuan
Kemampuan adalah kekuatan penggerak untuk bertindak yang dicapai oleh manusia melalui latihan belajar. Dalam proses motivasi, kemampuan tidak mempengaruhi secara langsung tetapi lebih mendasari fungsi dan proses motivasi. Individu yang mempunyai motivasi berprestasi tinggi biasannya juga mempunyai kemampuan tinggi pula.
2.Kebutuhan
Kebutuhan adalah kekurangan, artinya ada sesuatu yang kurang dan oleh karena itu timbul kehendak untuk memenuhi atau mencukupinya. Kehendak itu sendiri adalah tenaga pendorong untuk berbuat sesuatu atau bertingkah laku. Ada kebutuhan pada individu menimbulkan keadaan tak seimbang, rasa ketegangan yang dirasakan sebagai rasa tidak puas dan menuntut pemuasan. Bila kebutuhan belum terpuaskan maka ketegangan akan tetap timbul. Keadaan demikian mendorong seseorang untuk mencari pemuasan. Kebutuhan merupakan faktor penyebab yang mendasari lahirnya perilaku seseorang, atau kebutuhan merupakan suatu keadaan yang menimbulkan motivasi.
3. Minat
Minat adalah suatu kecenderungan yang agak menetap dalam diri subjek untuk merasa tertarik pada bidang atau hal tertentu dan merasa senang berkecimpung dalam bidang itu (Winkel 1984: 30). Seseorang yang berminat akan mendorong dirinya untuk memperhatikan orang lain, benda-benda, pekerjaan atau kegiatan tertentu. Minat juga menjadi penyebab dari suatu keaktifan dan basil daripada keikutsertaannya dalam keaktifan tersebut.

4.Harapan dan keyakinan
Harapan merupakan kemungkinan yang dilihat untuk memenuhi suatu kebutuhan tertentu dari seseorang/individu yang didasarkan atas pengalaman yang telah lampau; harapan tersebut cenderung untuk mempengaruhi motif pada seseorang
(Moekijat 1984 : 32). Seseorang anak yang merasa yakin akan sukses dalam ulangan akan lebih terdorong untuk belajar giat, tekun agar dapat mendapatkan nilai setinggi-tingginya.
b. Faktor Lingkungan (ekstern)
1. Adanya norma standar yang harus dicapai
Lingkungan secara tegas menetapkan standar kesuksesan yang harus dicapai dalam            setiap penyelesaian tugas, baik yang berkaitan dengan kemampuan tugas, perbandingan dengan hasil yang pernah dicapai maupun perbandingan dengan orang lain. Keadaan ini akan mendorong seseorang untuk berbuat yang sebaikbaiknya.
2. Ada situasi kompetisi
Sebagai konsekuensi adanya standar keunggulan, timbullah situasi kompetisi. Namun perlu juga dipahami bahwa situasi kompetitif tersebut tidak secara otomatis dapat memacu motivasi seseorang manakala individu tersebut tidak beradaptasi didalamnya.
3. Jenis tugas dan situasi menantang
Jenis tugas dan situasi yang menantang adalah tugas yang memungkinkan sukses dan gagalnya seseorang. Setiap individu terancam akan gagal apabila kurang berusaha.

Frankin (dalam Yuniarti,2006) menyebutkan bahwa ada dua faktor yang mendasari motivasi berprestasi yaitu harapan akan kesuksesan dan ketakutan akan kegagalan. Hal senada juga dikatakan oleh mehrabian  (dalam Yuniarti,2006) yang menyatakan bahwa individu dengan motivasi berprestasi yang tinggi cenderung akan mempunyai motivasi untuk meraih sukses dan menghindari kegagalan

1.3 Sifat-sifat Motivasi Berprestasi
Motivasi berprestasi bersifat tetap; artinya bahwa jika seseorang memiliki motivasi berprestasi tinggi maka pada waktu lain pun akan memiliki motivasi berprestasi tinggi pula, walaupun tidak dalam semua hal. Motivasi untuk berprestasi bersifat tetap, tidak disadari, dan tidak mudah melemah oleh faktor-faktor situasional, seperti kesukaran pekerjaan/tugas atau berfungsinya insentif. Motivasi berprestasi ini dapat dimiliki dalam gradasi yang tinggi, namun dapat juga dalam gradasi yang rendah (Stipek, dalam Wolfoolk, 1994:342).
Motivasi berprestasi mempunyai sifat tetap dan tidak mudah terpengaruh oleh faktor-faktor yang bersifat situasional, namun tingkatan kekuatannya tidak selalu tetap/konstan untuk semua bidang tugas/pekerjaan. Kekuatan kecenderungan ini dipengaruhi oleh seberapa besar kebutuhannya akan prestasi dalam bidang tersebut.

1.4 Faktor-faktor yang Menentukan Tingkat Motivasi Berprestasi

Ada empat faktor yang menentukan tingkat motivasi berprestasi seseorang dalam bidang tugas tertentu yaitu: a) nilai yang dilekatkan pada keberhasilan dalam bidang itu (nilai pencapaian atau nilai insentif); b) harapan individu akan keberhasilan; c) atribusi mengenai mengapa seseorang berhasil atau gagal; dan d) standar performansi individu (skala di mana terhadapnya mengevaluasi performansinya sendiri) (Mussen el. al,1994:289).
a. Nilai pencapaian.
Pertanyaan-pertanyaan seperti "Seberapa pentingnya ... dalam pekerjaan pada masa depan?", "Seberapa besar keinginanmu untuk mampu dalam ...?" dapat digunakan untuk menaksir nilai pencapaian suatu tugas atau dengan kata lain seberapa jauh pencapaian sesuatu itu dianggap penting bagi individu. Anggapan penting atau tidaknya pencapaian prestasi atas sesuatu berkaitan dengan anggapan apakah prestasi itu akan bermanfaat bagi mereka pada masa depan atau tidak. Hal ini dapat diketahui dari arah pilihannya; apakah ia menjadikannya sebagai pilihan atau tidak (Mussen ef. al,: 1994:289).
Seseorang yang melakukan penilaian/persepsi akan mendasarinya bagaimana cara bersikap. Sikap yang muncul ada dua yaitu sikap positif dan sikap negative. Sikap positif pasa umumnya muncul dari seseorang yang memandang bahwa menguasai sesuatu berguna, dan sebaliknya sikap negatif muncul jika menguasai sesuatu dipandang sebagai sesuatu kurang berguna.
Persepsi seseorang terbentuk melalui informasi yang diterima atau dari kesimpulan yang dibuat tentang perilaku objek yang dipersepsi seseorang. Dalam pembentukan sikap, penilaian spontan melalui perasaan berperan sebagai aspek afektif, dan jika dapat diperkuat dengan alasan-alasan rasional yang mendukung maka penilaian tersebut akan menjadi aspek kognitif.
b. Harapan akan keberhasilan.
Harapan adalah merupakan kemungkinan bahwa dengan perbuatan akan mencapai tujuan (Khan dan Morce, 1971:264). Sedangkan menurut Chaplin (dalam Kartini Kartono, 1981:179), harapan adalah suatu sikap atau set (arah psikhis), dicirikan dengan perhatian penuh ..." Harapan adalah suatu sikap atau arah psikhis yang ditandai dengan perhatian penuh karena adanya kemungkinan akan mencapai tujuan. Harapan keberhasilan seseorang yang tinggi adalah keberhasilan-keberhasilan yang pernah dicapai pada masa lalu. Harapan yang tinggi ini pada tahapan selanjutnya dapat memberikan perasaan efikasi yaitu suatu perasaan mampu yang memuaskan yang mendorong mereka untuk mencoba lebih giat lagi di masa mendatang.
c. Atribusi mengenai keberhasilan dan kegagalan.
Persepsi seseorang mengenai sebab keberhasilan dan kegagalan merupakan faktor penting dari perilaku berprestasi dan harapan mengenai keberhasilan dimasa depan. Setiap individu memiliki cara menafsirkan keberhasilan dan kegagalan yang dialaminya memungkinkan individu membuat atribusi yang berbeda. Individu yang merasa bahwa keberhasilan dan kegagalan terkendali secara internal lebih memungkinkan mengerahkan usaha untuk berprestasi dibandingkan dengan individu yang menganggap bahwa kekuatan eksternallah yang mengendalikan apa yang terjadi. Sebaliknya, individu yang percaya bahwa sebab-sebab kegagalannya berada di luar kendalinya, begitu mengalami kegagalan pada umumnya akan merasa tak berdaya dan menyerah dengan mudah.
Alasan-alasan siswa untuk menjelaskan keberhasilan atau kegagalannya dalam rangka berprestasi dalam belajar pada umumnya berisi empat alasan pokok; yaitu: a) kemampuan akademik (ability), b) usaha (effort), c) kesulitan tugas belajar yang dibebankan (task difficulty), dan d) nasib (luck). Kebanyakan siswa berpandangan bahwa: 1) kemampuan akademik adalah internal, labil dapat dikontrol; 2) usaha adalah internal, labil dan dapat dikontrol; 3) kesulitan tugas adalah eksternal, stabil dan tidak dapat dikontrol; dan 4) nasib adalah eksternal, labil dan tidak dapat dikontrol. Atribusi berpengaruh terhadap motivasi. Atribusi pada dimensi internal-eksternal diduga kuat disertai reaksi dalam perasaan; seperti rasa percaya diri, bangga, bersalah dan malu. Bila sukses diatribusikan pada internal (kemampuan dan usaha), maka rasa bangga dan puas timbul dan akan meningkatkan motivasi. Sebaliknya bila kegagalan diatribusikan pada internal, timbul rasa bersalah kalau usaha dianggap kurang; dan malu serta kurang percaya diri kalau kemampuan dipandang kurang. Atribusi pada dimensi stabil-labil diduga kuat akan diikuti oleh perkiraan dan harapan akan keberhasilan pada masa yang akan datang, yang bersifat kognitif pula.
BAB III
METODE PENELITIAN
  1. Teknik Penelitian
A.    Teknik Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Nasution menyatakan penelitian kualitatif pada hakekatnya ialah mengamati orang dalam lingkungan hidupnya, berinteraksi dengan mereka, berusaha memahami bahasa dan tafsiran  mereka tentang  dunia sekitarnya (Sugiono, 2010)
  1. Subjek Penelitian
Subjek penelitian merupakan sumber utama data penelitian yaitu data yang memiliki variabel-variabel yang diteliti. Subjek penelitian adalah objek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2006)
Pemilihan subjek dalam penelitian ini dipilih secara purposive yaitu penentuan subjek sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan. Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa perantauan berjenis kelamin laki-laki  yang masih aktif berkuliah dengan  karakteristik sebagai berikut :
1.      Berusia 19-21 tahun
2.      Bersedia menjadi subjek

C.    Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, pengumpulan data menggunakan metode pokok yang berupa wawancara. Moleong (2006) menyatakan bahwa wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua belah pihak dengan maksud untuk mengkonstruksi mengenai orang, kejadian, kegiatan, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kebulatan dan hal lain yang dialami di masa lalu dan memperluas informasi yang diperoleh dari orang lain.
a.    Teknik Wawancara
Wawancara adalah metode pengumpulan data dengan jalan tanya jawab sepihak yang dikerjakan dengan sistematik, dan berlandaskan pada tujuan penyelidikan (Hadi, 1993).  Metode wawancara adalah suatu metode pengumpulan data untuk mendapatkan informasi dengan cara bertanya langsung dengan responden ( Sugiono, 2006 ).
Wawancara adalah percakapan dengan bertatap muka dengan tujuan untuk memperoleh informasi aktual, untuk menilai dan menarik kesimpulan kepribadian individu, untuk tujuan konseling atau penyuluhan dan tujuan terapeutis. Dalam proses wawancara ada dua pihak yang menempati  kedudukan yang berbeda yaitu pewawancara (interviewer) sebagai pengejar informasi atau yang mengajukan pertanyaan dan pihak yang diwawancarai (interview) sebagai pemberi informasi atau yang memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan tersebut  (Kartono, Kartini 1996).
Wawancara  yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara semi terstruktur. Wawancara dalam riset kualitatif selalu bersifat semi-terstruktur karena selalu membawa pola kekuasaan yang bersifat mengatur segala sesuatu dan sekaligus untuk melihat kemampuan individu yang menjadi subjek penelitian untuk menolak dan melawan apa yang ingin diwujudkan oleh penelitian (Parker, 2005). Jenis wawancara ini sudah termasuk dalam kategori in-dept interview, bilamana pelaksanaannya lebih bebas bila dibandingkan dengan wawancara terstruktur.  Tujuan dari wawancara jenis ini adalah untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka, dimana pihak yang diajak wawancara diminta pendapat, dan ide-idenya (Sugiyono, 2006).
Dalam melakukan wawancara, peneliti perlu mendengarkan secara teliti dan mencatat apa yang dikemukakan oleh informan. Hasil wawancara merupakan suatu laporan subjektif tentang sikap seseorang terhadap lingkungannya dan terhadap dirinya. Suatu wawancara berbeda dari perbincangan biasa, dalam hal tujuan dan kedalaman informasi yang digali dalam wawancara (Iin, Tristiadi 2004).
Supaya data yang diperoleh dalam penelitian ini sesuai dengan harapan maka langkah yang ditempuh dalam mengadakan wawancara (interview) adalah :
1.   Memperoleh hal-hal yang akan diungkap. Penelitian mencari informasi dari berbagai sumber mengenai konsep diri yang akhirnya terbentuklah suatu daftar pertanyaan sebagai pedoman dalam mengumpulkan dan mencari data dari subjek peneliti.
2.      Menciptakan hubungan yang baik dengan subyek penelitian yang akan diwawancari, melakukan pendekatan personal, serta menciptakan rasa nyaman dengan menerima apapun keadaan yang ada pada diri subyek penelitian.
3.      Penelitian menyampaikan maksud adanya wawancara dan membentuk kepercayaan bahwa apapun yang  peneliti lakukan terhadap subyek tidak akan disebarluaskan.
4.      Mencatat dengan segala hasil yang diperoleh. Setiap hal yang ditanyakan langsung dicatat dilembaran kertas-kertas menghidari kelupaan.
Wawancara yang peneliti lakukan dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam kepada subjek. Sebelum wawancara dilakukan peneliti membuat instrumen wawancara dengan tujuan agar wawancara yang dilakukan terarah dan mendapat informasi yang runtut dan akurat. Kendala yang dihadapi peneliti saat akan melaksanakan wawancara adalah penentuan waktu yang harus disesuaikan dengan kegiatan subyek penelitian.
Pengertian observasi secara luas adalah pengamatan yang dilakukan secara tidak langsung dengan menggunakan alat-alat bantu yang sudah dipersiapkan sebelumnya maupun yang diadakan khusus untuk keperluan tersebut. Observer adalah orang yang melakukan observasi, sedangkan observee adalah objek pengamatan yang diobservasi. Proses yang dilakukan selama observasi terdiri dari proses pengamatan dan ingatan. Proses pengamatan menggunakan indra penglihatan dan pendengaran.Indra utama yang sangat berperan dalam proses observasi adalah mata. Secara umum observasi ialah metode atau cara-cara yang menganalisis dan mengadakan pencatatan secara sistematis mengenai tingkah laku dengan melihat atau mengamati individu atau kelompok secara langsung atau peninjauan secara cermat dan langsung di lapangan atau lokasi penelitian. Dalam hal ini, peneliti dengan berpedoman kepada desain penelitiannya perlu mengunjungi lokasi penelitian untuk mengamati langsung berbagai hal atau kondisi yang ada di lapangan sehingga mendapat data tentang suatu masalah sehingga diperoleh pemahaman atau sebagai alat rechecking, atau pembuktian terhadap informasi/keterangan yang diperoleh sebelumnya (Moleong, 2006)
Marshall (1995), menyatakan bahwa melalui observasi peneliti belajar tentang perilaku, dan makna dari perilaku tersebut (Sugiono, 2006). Tujuan utama metode observasi adalah untuk mendeskripsikan perilaku individu selengkap dan seakurat mungkin (Shaughnessy, Zechmeistee, 2007)
Observasi terdiri dari beberapa jenis yaitu observasi sistematis, observasi partisipan dan observasi alamiah. Jenis observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi sistematis. Observasi Partisipan adalah suatu proses pengamatan yang dilakukan oleh observer dengan ikut mengambil bagian dalam kehidupan orang-orang yang akan diobservasi. Observer berlaku sungguh-sungguh seperti anggota dari kelompok yang akan diobservasi. Observasi partisipan terdiri dari beberapa jenis yaitu observasi berpartisipasi lengkap, observasi berpartisipasi fungsional dan observasi berpartisipasi sebagai pengamat. Penelitian ini menggunkan observasi berpartisipasi sebagai pengamat, maksudnya peneliti ikut berprtisipasi dengan kelompok subjek yang diteliti, tetapi hubungan antara peneliti dan subjek yang diteliti bersifat terbuka,tahu sama tahu (Rahayu dan Ardani, 2004).





























DAFTAR PUSTAKA

1.      Hadi, Sutrisno. 1993. Metodologi Research, Jilid I. Yogyakarta: Andi Offset
2.      Hutapea, E.2006. Gambaran Resiliensi pada Mahasiswa Perantau Tahun Pertama Perguruan Tinggi di Asrama UI (menggunakan Resilience Scale).Depok: Fakultas Psikologi UI
3.      Hurlock, E.B. 1999. Psikologi Perkembangan (Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan). Alih Bahasa oleh Istiwidayati & Zarkasih. Jakarta: Erlangga
4.      Kartono, Kartini. 1996. Pengantar Metodologi Riset Sosial. Bandung: CV Mandar Maju
5.      Martin, Handoko.1992.motivasi daya penggerak tingkah laku, Jakarta: rineka cipta
6.      Monks, F.J,K dan Haditono, S.R. 1999. Psikologi Perkembangan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press Santrock, J. W. (2009). Life-Span Development 12th ed. US: McGraw- Hill Internasional ed.
7.      McClelland, D.C. 1987. Human Motivation. New York : Cambridge University Press.6. Moleong, LJ. 2006. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
8.      Rahayu, Iin Tri, S.Psi dan Ardani, Tristiadi  Ardi, S.Psi, M.Si. 2004.  Observasi dan Wawancara.  Malang: Bayumedia.
9.      Shaughnessy,   J.J.,   Zechmeister,   E.B.,   &   Zechmeister,  J.S.   2007.   Research   Methods  in  Psychology. New York: McGraw-Hill.
10. Sobur. 2006. Analisis Teks Media; Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
11.  Stoynoff, s.2007.factor associated with international students academic achievement.journal of instructional psychology,24.56-58.
12.  Sugiyono.  2006.  Metode   Penelitian   Kuantitatif   Kualitatif  Dan  R&D.  Bandung:  Alfabeta
13.  Winkel, W.S.1996.psikologi pengjaran.jakarta:PT Grasindo
14.  Yani, A. 2007. Independence of Boarding Students from Aceh Region. Depok: Gunadarma University Library.